Sejumlah mahasiswa dan pelajar yang tergabung
dalam Forum Komunikasi Pemuda Pesisir (FKPP) Kecamatan Soromandi mendesak
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bima agar menyiapkan anggaran khusus untuk
penanaman bakau (mangrove). Tanaman tersebut diperlukan mengingat kondisi
aliran air laut (rob) yang kerap meluap hingga batas pantai.
Sekretaris FKPP, Abdul Hamid, mengatakan,
fenomena atau perubahan alam yang ditandai banjir laut perlu segera disikapi.
Jika tidak, dikuatirkan lambat-laun akan melabrak pemukiman warga pesisir dan
areal pertanian di sekitar laut. “Kami harapkan dukungan dan perhatian
pemerintah, maunya kami pemerintah menyiapkan dana untuk mendukung hal itu,
untuk kegiatan penanaman kami bisa menggalang aksi dari kalangan pemuda dan
masyarakat lain,” katanya di Bajo, kemarin.
Dikatakannya, saat puncak perubahan musim,
terutama ketika purnama, umumnya, ruas jalan sekitar pantai mulai dari dusun
Bajo Selatan, Lewi Ntana, Pasir Putih, Lewi Dewa, kerap digenangi air laut saat
puncak pasang. “Kami kuatir kalau ini tidak segera diperhatikan akan mengancam
warga, termasuk merusak jalan, tidak terkecuali jembatan, karena bagaimana pun
air laut memiliki tingkat oksidasi tinggi karena tersusun beberapa mineral,”
ujar mahasiswa STKIP Taman Siswa ini.
Diakuinya, sebelumnya memang sudah ada proyek
mangrove yang ditanam oleh Pemerintah Daerah. Namun belum bisa mengimbangi
perubahan kekuatan air pasang. Kondisi terparah terutama di dusun Lewi Ntana
dan Pasir Putih. “Dinas terkait bisa memantau sendiri, tanggul pembatas bibir
pantai sudah semakin terkikis, sementara beberapa mangrova lama ynag ditanam
tidak semuanya hidup, perlu penanaman baru,” katanya.
Desakan yang sama juga disampaikan Azwar Anas.
“Wilayah kami adalah lokasi berpotensi kena banjir laut, saat puncak air
pasang, genangan air naik melallui jalur sungai. Kami harapkan ini jadi
perhatian pemerintah,” desaknya.
Anggota FKPP lainnya, Muhammad juga
mendesak hal yang sama. Menurutnya, sudah semestinya pemerintah menyiapkan
langkah antisipasi sebelum terjadi bencana. Hal yang paling kongkrit,
menyiapkan bibit mangrove.
“Walaupun terbiasa dengan fenomena laut, kami
juga kuatir karena tidak bisa menutup kemungkinan lambat-laun desa kami bisa
tenggelam oleh air laut kalau tidak ada penahan laju air,” ujar mahasiswa
STISIP Mbojo ini. (BE.17) (copy from :
http://bimakini.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar